Batasan atau Threshold PKP Adalah . . .

YOGYAKARTA, PartnerIn – Wajib Pajak (WP) Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus mengetahui berapa batasan omzet yang dapat dikategorikan sebagai PKP. Ada berbagai manfaat yang dapat dinikmati ketika WP berstatus sebagai PKP, mulai dari keuntungan dapat menggunakan tarif PPh Badan yang turun hingga dapat mengkreditkan Pajak Masukan atau pilihan restitusi PPN terutang. Akan tetapi, hanya Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan dan syarat yang berlaku yang dapat menyandang status PKP ini.

Saat ini, penurunan batasan PKP sedang disiapkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pajak atas Barang dan Jasa dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan periode 2020-2024 pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2021 tentang Renstra Otoritas Fiskal. Urgensi dari RUU tentang Pajak atas Barang dan Jasa yang di dalamnya mengatur batasan PKP adalah:

  • Peningkatan kepatuhan PPN di Indonesia serta perluasan tax baseyang dapat meningkatkan penerimaan dari PPN.
  • Dengan perluasan tax basePPN, potensi penerimaan pajak akan meningkat, sehingga kebutuhan belanja APBN dapat lebih dipenuhi dari penerimaan pajak.
  • Perluasan tax basepengenaan pajak konsumsi tersebut ditempuh melalui penataan kembali perlakuan pajak atas barang dan jasa yang lebih membatasi pemberian fasilitas dan pengaturan ulang batasan Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Oleh karena rencana penurunan batasan PKP terbaru belum diputuskan dan ditetapkan berlaku, maka batasan PKP yang saat ini berlaku masih mengacu pada ketentuan batasan omzet PKP sesuai PMK No. 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas PMK No. 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN. Dalam PMK 197/2013 tersebut, batasan omzet atau batasan PKP adalah Rp4,8 miliar setahun. Besar batasan omzet pengusaha kecil yang sudah wajib menjadi PKP dalam beleid tersebut naik dari threshold PKP dalam PMK 68/2010 yang ditetapkan sebesar Rp600 juta setahun.

Baca Juga: Pentingnya Konsultan Pajak untuk UMKM

Secara sederhana, threshold PKP atau batasan PKP dapat dipahami melalui penggambaran dari dua sisi pada subjek pajak, yakni:

  1. Batasan PKP bagi Pengusaha Kecil

Sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) PMK 197/2013, threshold PKP bagi pengusaha kecil berarti pengusaha kelas UMKM dengan omzet maksimal Rp4,8 miliar setahun dapat mengajukan diri sebagai PKP. Artinya, bagi pengusaha kecil atau UMKM dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun bebas memilih untuk menjadi PKP atau tidak.

Jika pengusaha kecil memilih dikukuhkan sebagai PKP, maka ia wajib melakukan pembukuan dan dikenakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan wajib membuat Faktur Pajak atas transaksi BKP (Barang Kena Pajak) dan/atau JKP (Jasa Kena Pajak). Akan tetapi jika memilih tidak menjadi PKP, maka tidak dapat membuat Faktur Pajak dan hanya dikenakan tarif PPh Final sebesar 0,5% dari omzet bruto jika omzetnya lebih dari Rp500 juta setahun.

  1. Batasan PKP bagi Usaha Menengah

Sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) PMK 197/2013, pengusaha kecil atau UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang telah memiliki omzet lebih dari Rp4,8 miliar setahun, wajib menjadi PKP. Dengan demikian, akan dikenakan tarif PPh Badan dan harus melakukan pembukuan serta wajib membuat Faktur Pajak atau memotong PPN atas BKP/JKP dengan lawan transaksi.

Hak & Kewajiban WP Berstatus PKP

Berikut ini merupakan kewajiban sebagai PKP dan hak yang dapat diperoleh ketika menjadi PKP:

  1. Kewajiban PKP:
  • memungut/memotong PPN terutang atas penyerahan BKP/JKP;
  • membayar/menyetorkan PPN terutang;
  • menyetorkan PPnBM;
  • melaporkan SPT Masa PPN;
  • membuat pembukuan.
  1. Hak yang Diperoleh PKP:
  • mengkreditkan Pajak Masukan;
  • restitusi PPN;
  • mengajukan keberatan banding;
  • memanfaatkan insentif pajak PPN.