Universitas perlu terlibat lebih jauh dalam menyusun kurikulum perpajakan. Sejauh ini belum ada standardisasi kurikulum perpajakan yang diberikan oleh kampus-kampus di Indonesia. Hal ini berakibat pada profil lulusan perguruan tinggi yang terjun di bidang kerja perpajakan belum seragam dan merata.
Darussalam selaku Ketua Umum Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI) menyebutkan bahwa seharusnya tugas perguruan tinggi tidak sebatas sosialisasi ketentuan pajak, tetapi lebih besar dari itu.
Baca Juga: Kriteria Wajib Pajak yang Harus Lapor SPT Masa PPh Final PPS
“Kampus berperan membangun sistem pajak yang berkepastian hukum, berkeadilan, setara, dan menjadi mitra kritis konstruktif yang berwibawa bagi otoritas pajak,” kata beliau dalam FGD Pengembangan Edukasi Perpajakan Melalui Pihak Ketiga di Kantor Pusat DJP
Pada intinya, dia mengatakan, Pendidikan perpajakan adalah gabungan dari multidisiplin ilmu. Oleh karenanya, penting bagi perguruan tinggi untuk menyusun kurikulum dengan mempertimbangkan beragam disiplin ilmu yang mendukung perpajakan, termasuk akuntansi, hukum, ataupun administrasi.
Tak hanya itu, Darussalam juga mengatakan bahwa kurikulum Pendidikan perpajakan harus menyesuaikan dengan perkembangan isu perpajakan terkini, termasuk dengan kemajuan teknologi. Ia mengingatkan keilmuan perpajakan saat ini tengah mengalami disrupsi dengan pesatnya perkembangan teknologi.
“Terdapat tugas-tugas yang saat ini diambil alih oleh teknologi. Karenanya, Pendidikan perpajakan perlu memperhatikan hal ini juga. Bagaimana nantinya profesi perpajakan bisa berjalan sesuai dengan teknologi yang ada,” kata Darussalam.
Jika Pendidikan perpajakan selaras dengan kebutuhan terkini, lulusan program studi perpajakan atau prodi lainnya yang serupa bisa mengisi kebutuhan lapangan kerja.