Dalam sejarah negeri ini, sistem pemungutan pajak terhadap rakyat telah berlangsung lebih dari seribu tahun. Lewat mekanisme pungutan berupa upeti, pajak menjadi salah satu sumber utama pendapatan bagi kerajaan di masa lalu.
Sebuah dokumentasi tertua mengenai sistem pemungutan pajak adalah Prasasti Rukam yang ditemukan di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Prasasti tersebut berangka tahun 829 Saka atau 907 Masehi dan ditemukan pada tahun 1975, terdiri atas 2 lempeng tembaga bertuliskan aksara dan Bahasa Jawa Kuna.
“Prasasti Rukam bercerita mengenai pengumpulan hasil pajak dari penduduk, salah satunya untuk biaya operasional perawatan bangunan dan kegiatan keagamaan,” tulis DJP dalam buku berjudul “Jejak Pajak Indonesia”.
Baca Juga: Masa Pajak di Faktur Pajak Pengganti Tidak Boleh Diubah
Uraian mengenai peran pajak memang tidak dijelaskan secara gamblang dalam prasasti tersebut. Namun, tercatat dengan jelas mengenai prosesi peribadatan, yang salah satunya didukung oleh pembayaran upeti rakyat.
Prasasti Rukam juga merekam mengenai penetapan daerah “sima” atau “bumi perdikan”. Daerah tersebut adalah kawasan otonom yang ditetapkan oleh kerajaan sehingga dibebaskan dari pungutan upeti. Namun, rakyat tetap dipunguti jenis pajak tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan peribadatan dan perawatan situs ibadah di Limwung.
Di bawah ini adalah terjemahan dari baris 2-3 lempeng pertama Prasasti Rukam:
“Kepada Mahamantri Sri Daksottama Bahubajra Pratipaksaksaya, memerintahkan Desa Rukam [di] desa wilayah dalam (wanua dro) yang hancur karena bahaya besar (guntur), adalah [sebagai] tanah perdikan [atas peninggalan] Rakryan Sanjiwna nenek raja, memberikan untuk bangunan sucinya di Limwung….”
Terkait dengan bebas pajak bagi daerah perdikan diatur secara jelas dalam baris 5-6 lempeng pertama prasasti tersebut:
“Semua penarik pajak tidak menarik pajak tanah perdikan untuk Bhatara di Limwung, dan tentang semua delik hukumnya [soara ni sukhadukhannya]. Memberikan piisungsung kepada Rakryan Mapatih Hino Sri Daksottama Bahubajra Pratipaksaksaya kain pola ganjarpatra 1 pasang emas.”
Artinya, warga Desa Rukam memiliki kewajiban untuk memelihara bangunan suci yang ada di Limwung. Sumber dananya dari pajak atau upeti yang dibayar secara khusus.
Sejumlah literatur sejarah menuliskan ada kaitan antara Prasasti Rukam dengan Candi Sojiwan yang terletak tidak jauh dari Candi Prambanan. Bangunan suci di Limwung yang tertulis dalam Prasasti Rukam disinyalir adalah Candi Sojiwan.