Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 72/2023 yang baru saja diterbitkan juga mengatur tentang penyusutan atas biaya perbaikan aset berwujud.
Berdasarkan pasal 7 ayat (1) PMK tersebut, biaya perbaikan atas aset berwujud yang dipakai untuk memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan (3M) dengan masa manfaat lebih dari 1 tahun dibebankan melalui penyusutan.
“Biaya perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal aset berwujud tersebut,” demikian bunyi pasal 7 ayat (2) PMK yang sama.
Baca Juga: Kata DJP Terkait Marketplace E-Commerce Lokal Akan Jadi Pemungut Pajak
Apabila perbaikan tidak menambah masa manfaat, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan dilakukan sesuai dengan sisa masa manfaat fiskal harta berwujud ditambah dengan masa manfaat akibat perbaikan. Penyusutan dilakukan sesuai dengan masa manfaat kelompok harta berwujud tersebut.
Khusus bagi wajib pajak yang melakukan penyusutan atas bangunan permanen sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya, penyusutan dilakukan paling lama sesuai masa manfaat yang sebenarnya.
Penyusutan atas biaya perbaikan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran untuk perbaikan aset berwujud tersebut. Jika aset berwujud masih dalam proses perbaikan, penyusutan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan perbaikan aset berwujud.
Dalam Lampiran S PMK 72/2023 dijelaskan lebih lanjut bahwa suatu pengeluaran tidak dikategorikan sebagai biaya perbaikan yang dikapitalisasi jika perbaikan tersebut adalah perawatan rutin yang dilakukan sekali atau lebih setiap tahunnya.
Pengeluaran yang dikapitalisasi adalah pengeluaran yang setelah perolehan awal aset berwujud dapat memberi manfaat ekonomis pada masa yang akan datang. Manfaat ekonomis yang dimaksud dapat berupa peningkatan kapasitas, mutu produksi, standar kinerja, atau perpanjangan masa manfaat.
PMK 72/2023 berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu 17 Juli 2023. Dengan berlakunya PMK itu, maka PMK 248/2008, PMK 249/2008 s.t.d.d. PMK 126/2012, serta PMK 96/2009 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.