DJP menegaskan bahwa peraturan dalam PER-16/PJ/2016 masih berlaku karena hingga saat ini belum ada peraturan yang mencabut atau mengubah PER-16/PJ/2016. Dengan begitu, peraturan terkait pajak penghasilan (PPh) yang ditanggung pemberi kerja dalam PER-16/PJ/2016 masih berlaku.
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) huruf b PER-16/PJ/2016, penerimaan berupa natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan wajib pajak atau pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (2), tidak termasuk pengertian yang dipotong PPh pasal 21.
Baca Juga: Hibah dari Orang Tua ke Anak Bukan Objek Pajak, Tidak Perlu Akta Hibah
Adapun sesuai pasal 5 ayat (2), penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 termasuk pula penerimaan berupa natura dan/atau kenikmatan lainnya dari wajib pajak yang dikenakan PPh bersifat final atau wajib pajak yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
Menurut peraturan pada pasal 8 ayat (2), PPh yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud pada pasal 8 ayat (1) huruf b.
Mengingatkan kembali, terkait dengan natura dan/atau kenikmatan, UU HPP mengubah perlakuan pajak yang selama ini diatur dalam UU PPh.
Sesuai dengan amanat UU HPP, ketentuan PPh atas natura dan/atau kenikmatan itu mulai berlaku pada tahun pajak 2022. Namun, pemerintah baru mengundangkan aturan turunan berupa PP 55/2022 pada 20 Desember 2022.
Saat ini, pemerintah juga masih menyusun ketentuan teknis lanjutan dalam peraturan Menteri keuangan (PMK).