PPh Pasal 21 Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI/POLRI, dan Pensiunannya

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 168/2023, pemerintah menegaskan kembali aturan mengenai penghasilan dan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan pensiunannya.

Sesuai Pasal 17 ayat (1) PMK itu, penghasilan tetap dan rutin bulanan pejabat negara, PNS, anggota TNI/Polri, dan pensiunan menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Semua penghasilan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Penghasilan pejabat negara meliputi gaji dan tunjangan rutin bulanan atau imbalan tetap sejenisnya.

Baca Juga: Ini Respon Kemenkeu Terkait Protes Pajak Hiburan

Bagi PNS, TNI, dan Polri, penghasilan mencakup gaji dan tunjangan rutin bulanan. Bagi pensiunan, penghasilan meliputi uang pensiun dan tunjangan rutin bulanan.

Menurut PMK 168/2023 Pasal 17 ayat (2), dasar pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan rutin adalah penghasilan bruto satu masa pajak atau penghasilan kena pajak.

Penghasilan bruto adalah seluruh penghasilan tetap dan rutin yang diterima pejabat negara, PNS, TNI, Polri, dan pensiunan. Penghasilan kena pajak ditentukan dari penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Menurut PMK 168/2023 Pasal 17 ayat (5), jumlah penghasilan kena pajak pembulatan ke bawah dalam ribuan Rupiah penuh sebagai dasar tarif.

Penghasilan Neto

Penghasilan neto pejabat negara, PNS, TNI, atau Polri ditentukan dari seluruh penghasilan bruto setahun dikurangi biaya jabatan, iuran program pensiun dan hari tua, serta zakat/sumbangan keagamaan wajib bagi pemeluk agama di Indonesia.

Menurut PMK 168/2023 Pasal 10 ayat (2), biaya jabatan 5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp6 juta setahun atau Rp500.000 sebulan.

Iuran program pensiun dan hari tua terkait gaji yang dibayarkan lewat pemberi kerja kepada:

– Dana pensiun disahkan Menkeu atau diizinkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK);

– Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan;

– Badan penyelenggara tunjangan hari tua sesuai peraturan perundang-undangan.

Zakat/sumbangan keagamaan wajib melalui pemberi kerja kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan bentukan atau disahkan pemerintah.

Penghasilan neto pensiunan dari seluruh penghasilan tetap dan rutin dikurangi biaya pensiun dan zakat/sumbangan keagamaan wajib bagi pemeluk agama di Indonesia.

Menurut PMK 168/2023 Pasal 11 ayat (2), biaya pensiun 5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp2,4 juta setahun atau Rp200 ribu sebulan.

Zakat/sumbangan melalui pembayar pensiun berkala kepada badan atau lembaga zakat/keagamaan bentukan atau disahkan pemerintah.

Penghitungan PPh Pasal 21

PMK 168/2023 Pasal 18 ayat (1) tentang cara menghitung PPh Pasal 21 yang dipotong dari pejabat negara, PNS, TNI, Polri, dan pensiunan setiap masa pajak selain masa pajak terakhir dan masa pajak terakhir.

Setiap masa pajak selain masa pajak terakhir, PPh Pasal 21 dihitung dengan tarif efektif bulanan Pasal 13 ayat (2) huruf a dikalikan dasar pengenaan berupa penghasilan bruto satu masa pajak.

Masa pajak terakhir, PPh Pasal 21 adalah selisih PPh Pasal 21 terutang setahun pajak/bagian tahun pajak dan PPh Pasal 21 dipotong masa pajak selain masa pajak terakhir.

PPh Pasal 21 terutang setahun pajak/bagian tahun pajak dihitung dengan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dasar pengenaan berupa penghasilan kena pajak dalam satu tahun pajak/bagian tahun pajak.

Jika kewajiban pajak subjektif mulai setelah Januari atau berakhir sebelum Desember, PPh Pasal 21 dihitung dari penghasilan neto setahun dan secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian tahun pajak.

PMK 168/2023 juga mengatur jika pejabat negara, PNS, TNI, Polri, dan pensiunan menerima penghasilan dari 2 pemberi kerja dan seluruh PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah.

Dalam kondisi itu, penghitungan masa pajak terakhir — dilakukan selain pemberi kerja pembayar gaji pokok — memperhitungkan seluruh penghasilan tetap dan rutin termasuk penghitungan PPh Pasal 21 pada pemberi kerja pembayar gaji pokok.

Penghitungan itu dilakukan jika:

  1. Pemberi kerja pembayar gaji pokok telah menerbitkan bukti potong PPh Pasal 21 untuk diperhitungkan pemberi kerja lain;
  2. Penerima penghasilan menyampaikan bukti potong poin a kepada pemberi kerja lain;
  3. Penerima penghasilan membuat surat pernyataan daftar pemberi kerja dan kesediaan pemberi kerja lain memperhitungkan penghasilan dari pemberi kerja pembayar gaji pokok.

Surat pernyataan mengikuti contoh format Lampiran A PMK 168/2023.