Wajib Pajak Tetap Bisa Akui Ketidakbenaran Meski Jalani Pemeriksaan Bukti Permulaan

Meskipun sedang dalam pemeriksaan bukti permulaan, Wajib Pajak (WP) dapat mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan berupa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau lengkap.

Peraturan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 50/2022. Walaupun demikian, hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran tersebut diberikan sepanjang mulainya penyidikan belum diberitahukan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat kepolisian.

“Dalam hal wajib pajak dilakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan (bukper), wajib pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya….,” bunyi pasal 7 ayat (1) PP 50/2022.

Baca Juga: Wajib Pajak Bisa Bayar Lebih Rendah Jika Pakai Fasilitas Ini 

Pernyataan tertulis yang dimaksud pada pasal 7 ayat (1) PP tersebut harus ditandatangani oleh WP dan disertai dengan tiga dokumen. Pertama, penghitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang.

Kedua, surat setoran pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang. Pembayaran jumlah pajak yang terutang tersebut merupakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara.

Ketiga, surat setoran pajak sebagai pembayaran sanksi administrative berupa denda seperti diatur dalam pasal 8 ayat (3a) UU KUP. Terkait pembayaran sanksi berupa denda tersebut merupakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara.

Selanjutnya, jika dalam pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang dilakukan oleh WP telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya maka WP bersangkutan tidak akan dilakukan penyidikan.

Jika ditemukan data yang menyatakan lain dari pengungkapan ketidakbenaran perbuatan tersebut, WP tetap dapat dilakukan pemeriksaan bukper atas masa pajak, bagian tahun pajak, dan/atau tahun pajak, untuk jenis pajak yang dilakukan pengungkapan ketidakbenaran.